
Gambar 1. Sosialisasi potensi kepiting serta prosedur produksi
Kepiting soka (soft shell crab) atau nama latinnya Scylla serrata merupakan kepiting bakau yang dikonsumsi dalam keadaan lunak karena dalam keadaan pergantian kulit (moulting). Komoditas ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena berbeda dengan kepiting biasa yaitu seluruh bagian tubuhnya dapat dikonsumsi (Usman et all, 2024). Kepiting soka yang dihasilkan oleh petani di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dipasarkan di rumah makan kepiting yang berada di Kalimantan dengan keadaan kepiting utuh, sedangkan kepiting reject dipasarkan sebagai produk mentah. Berdasarkan hal tersebut pemasaran hanya di sekitaran Provinsi Kalimantan Timur. Produk mentah yang dipasarkan dengan harga jual lebih murah dibandingkan kepiting dalam keadaan tidak reject (utuh). Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan dengan fokus utama pada edukasi dan pelatihan kepada masyarakat mitra terkait pemanfaatan kepiting reject. Kegiatan usaha dengan kondisi yang bersifat rumahan, permodalan kecil, sentuhan kebijakan terbatas, mengakibatkan sulit maju dan berkembang (Suteja et all, 2025). Produk dendeng kepiting soka dikembangkan oleh tim mahasiswa sebagai bentuk inovasi sekaligus contoh praktik untuk menunjukkan bahwa produk dengan nilai tambah dapat dihasilkan dari bahan baku lokal yang sebelumnya kurang dimanfaatkan. Tahapan kegiatan dimulai dengan edukasi tentang potensi kepiting reject yang disampaikan melalui presentasi, diskusi, dan pelatihan penggunaan teknologi untuk strategi pemasaran. Berdasarkan penelitian (Suteja et all, 2025) bahwa strategi pemasaran sangat bergantung pada dukungan teknologi pengemasan dan teknologi informasi, sehingga pemahaman terhadap strategi pengemasan yang baik akan membantu ruang promosi pada hasil produksi.

Gambar 2. Produksi dendeng kepiting
Setelah dilakukan presentasi dan diskusi, selanjutnya tim melakukan pelatihan pengolahan dendeng kepiting sebagai studi kasus agar peserta dapat memahami proses inovasi produk, mulai dari pemilihan menu yang akan dikembangkan hingga aspek pemasaran dan distribusi produk. Menu yang dikembangkan merupakan produk berbahan dasar kepiting reject yang disepakati bersama petani kepiting soka sebagai mitra kegiatan. Contoh produk inovatif yang dihasilkan dalam kegiatan ini antara lain dendeng kepiting soka dan pempek. Kesepakatan bersama tersebut kemudian menjadi dasar pelaksanaan pelatihan lanjutan yang mencakup aspek pengemasan, desain kemasan, dan pemasaran. Peserta diperkenalkan pada prinsip higienitas, estetika kemasan, serta informasi penting yang perlu dicantumkan dalam label produk. Tim juga memperlihatkan desain logo dan kemasan yang telah dibuat, serta membuka ruang diskusi interaktif untuk menampung ide dan masukan dari peserta. Kegiatan dilanjutkan dengan pelatihan branding dan pemasaran digital, di mana peserta diajarkan cara menggunakan media sosial untuk promosi serta diperkenalkan pada langkah-langkah pembuatan akun Shopee sebagai marketplace. Simulasi pengunggahan produk juga dilakukan agar peserta memahami praktik dasar berjualan daring. Inovasi produk dengan strategi pengemasan yang promotive, dalam hal ini lebih modern (menarik) dapat meningkatkan permintaan pasar. Kemudahan pengemasan produk dan memiliki daya tahan yang baik akan menjadi upaya perluasan pasar khususnya melalui media sosial yang ada saat ini (Suteja et all, 2025).
Rangkaian pelatihan ini dilaksanakan selama tiga hari secara bertahap. Pada hari pertama dilakukan pembukaan acara yang dilaksanakan di tempat mitra, yaitu di lokasi milik Bapak Yusran selaku pemilik tambak kepiting soka. Kegiatan pembukaan ini menjadi penanda resmi dimulainya program sekaligus ajang perkenalan antara tim pelaksana dengan mitra. Hari kedua diisi dengan sesi sosialisasi dan pelatihan utama yang terbagi menjadi empat bagian, yaitu produksi, pengemasan, desain logo produk, dan pemasaran. Peserta diberikan penjelasan tentang pentingnya higienitas dalam pengolahan bahan pangan pada sesi produksi, kemudian bersama-sama melakukan praktik memasak dendeng kepiting menggunakan resep dari tim dengan standar kebersihan yang telah ditentukan. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi pengemasan, diawali dengan penyampaian materi mengenai teknik pengemasan yang baik dan benar, lalu peserta melakukan praktik langsung mengemas produk hasil olahan kepiting. Pada sesi berikutnya, yaitu desain logo produk, peserta diperkenalkan pada penggunaan aplikasi Canva serta diajak untuk mencoba secara langsung membuat desain logo dan label produk yang menarik dan informatif. Tahapan terakhir pada hari kedua adalah pelatihan pemasaran digital, di mana peserta mendapatkan materi tentang strategi promosi produk melalui media sosial, kemudian dilanjutkan dengan praktik pembuatan akun toko daring di Shopee. Hari ketiga menjadi penutup seluruh rangkaian kegiatan, yang ditandai dengan acara penutupan bersama mitra dan para peserta. Acara ini juga menjadi simbol berakhirnya kegiatan sosialisasi dan pelatihan, ditandai dengan penyerahan plakat kepada Bapak Yusran selaku mitra serta sesi foto bersama seluruh peserta.
Setelah seluruh rangkaian pelatihan selesai, tim mahasiswa melanjutkan kegiatan dengan melakukan penjualan produk dendeng kepiting hasil praktik dalam skala terbatas sebagai implementasi nyata sekaligus uji pasar awal. Kegiatan ini memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa mengenai proses distribusi dan strategi pemasaran, serta menjadi bukti bahwa produk inovatif berbasis potensi lokal dapat diterima oleh masyarakat.

Gambar 3. Perbandingan pretest dan post test peserta
Hasil kegiatan dievaluasi melalui kuesioner pre-test dan post-test. Terdapat peningkatan dari analisis pengetahuan peserta sebesar rata-rata 54.54%, pengetahuan melingkupi higienitas, teknik pengemasan, dan pemasaran digital. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan berhasil meningkatkan wawasan dan keterampilan dasar mitra, sekaligus melatih mahasiswa dalam kewirausahaan berbasis hasil laut.
Tim Pelaksana Pengabdian :
1. Novita Lizza Anggraini, S.K.M., M.P.H
2. Adiek Astika Clara Sudarni, S.ST., M.T
3. Himawan Wicaksono, S.ST., M.T
4. Syamsul Maarif Usman
5. Putu Ngurah Semara
5. Riska Fadlun Khairiyah Purba
6. Hashifah Najma Zahra
7. Iqbal Zhaputro
8. Archangela Adelina
9. Aziza Putri Habiba
10. Rahmawati Basran
11. Salsabil Nabila Azzahra
12. Zahra Jasmine Anindya Subandi
1. Melakukan pengolahan kepiting menjadi sebuah produk jadi, yaitu produk makanan siap saji guna menambah nilai jual. Dengan pengolahan ini, kepiting yang awalnya hanya dijual mentah dengan harga murah dapat berubah menjadi produk olahan khas dengan nilai jual yang lebih tinggi. Inovasi ini memungkinkan petani untuk tetap mendapatkan keuntungan dari hasil panen yang tidak memenuhi standar ekspor, sekaligus mengurangi limbah hasil tambak.
2. Dengan memberikan pelatihan kepada mitra untuk memproduksi suatu produk olahan kepiting, khususnya dalam bentuk dendeng dirasa dapat menjawab permasalahan kedua. Selain pelatihan produksi, tim juga menyediakan panduan dan contoh produk awal untuk memastikan standar kualitas dan rasa yang konsisten. Ini bertujuan supaya UMKM tidak hanya mengandalkan penjualan kepiting mentah, tetapi mampu menghasilkan produk olahan yang siap bersaing di pasaran.
3. Melakukan branding sangat penting bagi kesuksesan UMKM, dengan menciptakan identitas merek yang jelas seperti nama, logo, dan cerita yang menarik, UMKM dapat membuat pembeda antara produknya dari kompetitor serta membangun citra positif di mata konsumen. Melakukan branding yang konsisten terutama melalui media sosial untuk mencapai target pasar yang lebih luas.
4. E-commerce, dapat meningkatkan visibilitas produk UMKM, menarik perhatian lebih banyak konsumen, dan menciptakan loyalitas pelanggan. Selain itu, branding yang tepat membantu UMKM untuk bersaing di pasar yang lebih luas, mencapai segmen pasar yang lebih spesifik, dan meningkatkan daya saing baik di tingkat lokal maupun nasional. Secara keseluruhan, branding yang efektif merupakan kunci utama untuk memperkuat posisi UMKM di pasar, meningkatkan penjualan, dan mendukung keberlanjutan usaha dalam jangka panjang.