Pemberdayaan Pengrajin Batik Batu Ampar dengan Pembuatan Zat Pewarna Alami Berbahan Serbuk Kayu Khas Hutan Kalimantan Dalam Upaya Mengembangkan Produk Lokal

  • Ketua Pengabdian: Dr. Eng. Lusi Ernawati, S.T., M.Sc. | Anggota: Almas Fradava, Rifdha Salsabila P, Fahlevy Adzzani A. B, Zaidaan Daifullah S, Giovany Ariella L, Fathur Habib M. H
  • Tahun Pengabdian: 2024

Deskripsi

Pengabdian masyarakat dilakukan dengan tujuan membantu mengatasi permasalahan di suatu daerah. Kawasan kelurahan Batu Ampar, memiliki kelompok masyarakat pusat kerajinan Batik Borneo. Batik Shaho merupakan tempat yang memproduksi produk lokal yaitu batik dengan corak khas kalimantan. Para pengrajin tersebut memakai pewarna sintetis yang murah dan praktis, terapi penggunaan pewarna tersebut dapat membahayakan lingkungan. Sebaliknya, pewarna alami yang ramah lingkungan dan mudah ditemukan didalam kayu yang banyak di Kalimantan seperti ulin dan bengkirai dapat dipakai namun tidak praktis, dan memiliki harga yang lebih dibanding sintetis. Pengrajin telah mencoba membuat pewarna alami sendiri membutuhkan dengan peralatan yang ada tetapi membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih. Dengan permasalahan yang ada dan melalui kolaborasi dengan pusat kerajinan Batik Borneo, pengabdian masyarakat dapat dijalankan dengan menyelesaikan permasalahan alat dan bahan alternatif dengan wawasan mahasiswa yang didapatkan selama berkuliah dengan harapan pengrajin mulai sering memakai pewarna alami.

 

Batik adalah salah satu kekayaan Indonesia yang patut dilestarikan. Bahkan batik dinobatkan sebagai kekayaan budaya oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization).  Industri batik merupakan sektor ekonomi yang penting di Indonesia. Bahkan nilai ekspor produk batik mencapai lebih dari 50 juta dolar Amerika Serikat . Setelah dinobatkan sebagai salah satu warisan budaya, maka permintaan kain batik semakin banyak (Yuliana, 2022). Hal ini berakibat peralihan dari pewarnaan alami menjadi sintetis. Pewarna pada batik sendiri memiliki dua macam, yaitu pewarna sintetis dan alami. Pada pewarna sintetis, warna yang ditimbulkan sangat menarik, dan konsisten dengan kecerahan warnanya, harganya juga murah tetapi sangat berbahaya bagi lingkungan. Sementara pada pewarna alami warna yang ditimbulkan kurang menarik, tidak konsisten, lebih mahal tetapi mudah didapat di alam dan ramah lingkungan (Widyasti A et al., 2017).

 

Berdasarkan proses yang telah dilakukan dari memilah hingga mengekstrak warna dari kayu, telah terlihat hasil yang baik. Dengan menggunakan serbuk kayu dari pengrajin hal ini dapat mengurangi limbah pengrajin dan diubah menjadi sesuatu yang memiliki harga jual dibanding hanya digunakan sebagai pupuk. Dalam mendesain alat juga diperlukan tinjauan terhadap kemudahan dalam pembuatan alat dan mendorong harga pembuatan alat agar mudah dibuat maupun diakses oleh masyarakat. Pemanas membutuhkan bahan bakar dan oli bekas menjadi salah satu solusi dalam mendorong pengeluaran dalam memakai alat. Bahan dasar alat stainless steel juga dipakai agar warna tidak bereaksi dengan alatnya. Desain alat juga dibuat berdasarkan keluh kesah masyarakat pengrajin dalam membuat warna alami sendiri sehingga diberi komponen seperti penyaringan, pengaduk, dan valve untuk mengambil hasil ekstrak dengan mudah. Alat yang didesain menjadi satu dalam mengekstrak perwarna sekaligus memekatkan hasil ekstraksi. Proses ekstraksi zat pewarna alami dari serbuk kayu juga memerlukan kondisi optimal. Serbuk kayu direndam dengan air agar uap air dapat menarik zat warna dari serbuk kayu. Proses dilakukan pada suhu diatas titik didih air sehingga air dapat menguap dan berkontak dengan serbuk kayu dalam tabung saringan. Setelah ekstraksi, penyaring dapat dilepas dari alat sehingga alat dapat digunakan sebagai pemekat pewarna. Pemekatan juga dilakukan pada suhu lebih dari 100 oC agar yang tersisa dalam tabung hanyalah pewarna yang dapat digunakan dalam membatik. Valve yang terdapat pada dasar tabung dapat dibuka dan hasil pemakatan dapat ditampung dalam wadah. Hasil dari serbuk kayu yang diekstrak yaitu kayu Ulin dan kayu Bengkirai memiliki warna yang berbeda.  Hasil ekstrak kayu ulin memiliki warna coklat yang lebih terang dibanding warna dari kayu bengkirai yang lebih gelap. Hal ini dipengaruhi dari warna serbuk kayu yang didapat. Jadi, setelah diekstrak dapat terlihat pewarna alami yang didapat memiliki warna yang hampir sesuai dengan warna serbuk kayu itu sendiri.

 

Dari kegiatan pengabdian masyarakat ini, dapat disimpulkan bahwa limbah serbuk kayu khas Kalimantan dapat dibuat menjadi zat pewarna alami dengan metode ekstraksi dengan pengadukan. Hasil yang diperoleh dari pembuatan zat pewarna alami dengan metode ekstraksi adalah sebagai berikut. Alat ekstraktor yang dapat dibuat dari bahan stainless, dilengkapi dengan pengaduk dan pemanas. Zat pewarna alami yang dibuat dari proses ekstraksi serbuk kayu Ulin dan Bengkirai yang menghasilkan warna cokelat kemerahan dan cokelat kekuningan. Tim KKN ITK juga membantu terkait pemasaran dan pembuatan social media  dari produk yang dihasilkan dari program pembuatan pewarna alami berbahan serbuk kayu khas Kalimantan  dengan harapan setelah selesai program kerja ini bisa memudahkan para pekerja di batik shaho dan pengetahuan orang luar tentang Batik Shaho di Balikpapan.

 

Dokumentasi Kegiatan:

 

Gambar 1 Pra Sosialisasi dan Pembukaan Kegiatan

 

Gambar 2 Diskusi pelaksanaan program kegiatan dengan mitra masyarakat

 

Gambar 3 Demonstrasi alat ekstraktor zat pewarna alami kepada mitra masyarakat


Manfaat

1. Memberikan pelatihan pembuatan zat warna alami berbahan dasar limbah serbuk kayu (ulin-meranti-bangkirai) menggunakan teknik ekstraksi.

2. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mitra akan potensi bahaya dari pemakaian zat warna sintetis dalam pewarnaan kain batik.

3. Meningkatkan kemampuan mitra dalam memproduksi zat warna alami skala besar menggunakan rancangan alat ekstraktor.

4. Memberikan pelatihan dan pendampingan kepada mitra terkait bagaimana manajemen pemasaran dan promosi produk kerajinan batik melalui media massa dan elektronik.

 

AGENDA

12

Mar

Workshop Pembuatan Video Aftermovie KKN ITK
09.00 WITA s/d 12.00 WITA
Zoom Meeting : https://s.itk.ac.id/video_aftermovie

16

Feb

Scholarship Info Session : AUSTRALIA AWARDS
10.00 - 12.00 WITA
Zoom Cloud Meeting (https://s.itk.ac.id/zoom_aas)

11

Feb

Diseminasi Inovasi Edisi #1
13.30 WITA - Selesai
Via zoom meeting dan Youtube Institut Teknologi Kalimantan
Lihat Selengkapnya