Budidaya lebah kelulut (Trigona spp.) memiliki potensi ekonomi dan ekologis yang tinggi. Lebah tanpa sengat ini menghasilkan madu, propolis, dan bee bread yang kaya manfaat, serta berperan penting dalam penyerbukan. Program pengabdian masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain, Balikpapan, bertujuan memperkenalkan budidaya kelulut sebagai usaha ramah lingkungan yang mudah dilakukan. Kegiatan mencakup pelatihan identifikasi koloni, pembuatan stup, perawatan, hingga panen dan pengemasan hasil. Dengan perawatan ringan dan nilai jual tinggi, budidaya ini diharapkan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendukung konservasi keanekaragaman hayati lokal.
Budidaya lebah kelulut (Trigona spp.) semakin dilirik sebagai solusi inovatif dalam pengembangan ekonomi berbasis konservasi. Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Hutan Lindung Sungai Wain, mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan melaksanakan sosialisasi dan pelatihan budidaya kelulut kepada masyarakat. Kegiatan ini bertujuan mengenalkan potensi ekonomi lebah kelulut serta mendorong pelestarian lingkungan dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati lokal. Materi pelatihan mencakup karakteristik, manfaat produk, serta teknik perawatan koloni bagi pemula.
Gambar 1 Sosialisasi dan Pelatihan Budidaya Lebah Kelulut di Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain
Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan yang berlokasi di KM. 15 memiliki kekayaan biodiversitas dan potensi ekologi yang tinggi, maka, lokasi tersebut sangat bagus dimanfaatkan oleh warga setempat untuk dijadikannya lokasi strategis dalam pengembangan budidaya lebah kelulut. Kawasan ini relatif masih alami, minim polusi, serta memiliki ketersediaan sumber pakan alami dari tanaman berbunga, yang menjadi habitat ideal bagi lebah kelulut. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan ini sebagian besar memiliki lahan pekarangan dan belum sepenuhnya memanfaatkan potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) sebagai sumber ekonomi. Oleh karena itu, pengenalan budidaya lebah kelulut menjadi relevan dan penting, tidak hanya untuk membuka peluang penghasilan tambahan yang ramah lingkungan, tetapi juga sebagai bagian dari upaya konservasi lokal yang berkelanjutan. Program ini memanfaatkan kondisi lokal sebagai kekuatan, dengan mengajak masyarakat berperan aktif dalam menjaga lingkungan sambil mengembangkan kegiatan ekonomi yang berbasis pada kearifan lokal.
Untuk mendorong keberhasilan dan keberlanjutan budidaya lebah kelulut terutama bagi pemula, diperlukan serangkaian langkah strategis yang tepat untuk memastikan koloni dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Proses ini harus dimulai dengan pemilihan lokasi budidaya yang sesuai, lokasi juga harus bebas dari penggunaan pestisida atau bahan kimia lainnya, karena lebah kelulut sangat sensitif terhadap zat-zat beracun di lingkungan sekitarnya. Stup atau kotak sarang perlu diletakkan di tempat yang terlindungi, misalnya di bawah naungan pohon atau atap sederhana, dengan ketinggian yang disesuaikan agar tidak mudah dijangkau oleh hama seperti semut, cicak, rayap atau binatang pengerat. Langkah berikutnya adalah memastikan bahwa stup terawat dengan baik dan terhindar dari gangguan fisik maupun biologis.
Penting untuk memeriksa kondisi sarang secara teratur mulai dari membersihkan area sekitar stup, dan memberikan penghalang alami disekitar stup seperti abu, kapur, atau air garam untuk mencegah masuknya semut atau hama lainnya. Selain itu, keberadaan sumber pakan alami menjadi faktor kunci dalam mempertahankan produktivitas koloni. Oleh karena itu, sangat disarankan agar lokasi budidaya berada di dekat area yang kaya akan tanaman penghasil nektar dan polen seperti tanaman bunga air mata pengantin dan kumis kucing.
Implementasi lapangan budidaya lebah kelulut memanfaatkan lahan pekarangan yang teduh dan jauh dari gangguan hewan liar maupun bahan kimia berbahaya. Kotak sarang lebah kelulut dibuat dari kayu dengan ventilasi udara dan lubang masuk kecil, lalu diletakkan di tempat yang terlindungi, seperti bawah pohon atau atap rumah. Petani memulai dengan 1–2 koloni indukan yang dibeli dari peternak lokal, kemudian membiarkan lebah beradaptasi selama beberapa minggu sambil menyediakan sumber pakan alami seperti tanaman bunga. Perawatan dilakukan secara rutin seminggu sekali dengan memeriksa kondisi sarang, membersihkan area sekitar, dan menjaga kelembaban lingkungan agar tetap ideal. Madu mulai dipanen setelah pot sarang terisi penuh, biasanya dalam 2–3 bulan, dengan cara penyaringan sederhana untuk menjaga kualitas produk. Hasil panen berupa madu, propolis, dan pollen dikemas secara higienis dan dipasarkan ke daerah sekitar maupun sosial media, menjadikan budidaya ini sebagai usaha berkelanjutan yang mudah dijalankan oleh pemula dengan risiko rendah dan potensi ekonomi menjanjikan.
Gambar 2 Pengambilan Madu dari Sarang Lebah Kelulut
Program budidaya lebah kelulut di kawasan HLSW diharapkan memberikan dampak positif yang luas, baik dari segi ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Secara ekonomi, program ini berpotensi meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui produksi madu, propolis, dan bee bread yang bernilai jual tinggi, sekaligus mengurangi ketergantungan pada mata pencaharian tradisional. Dari sisi lingkungan, budidaya ini mendorong pengurangan tekanan terhadap hutan karena bersumber dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang tidak merusak vegetasi, sehingga mendukung konservasi HLSW. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam budidaya akan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya menjaga ekosistem dan biodiversitas, mengingat peran vital lebah kelulut sebagai polinator alami. Manfaat program ini mencakup peningkatan pemahaman masyarakat tentang karakteristik biologis dan peran ekologis lebah kelulut, serta keunggulannya dibandingkan lebah lain. Program juga menyediakan panduan praktis budidaya, mulai dari pemilihan lokasi hingga panen madu yang higienis. Dengan pendekatan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, program ini menjadi solusi terpadu yang menggabungkan pemberdayaan ekonomi, edukasi ekologis, dan pelestarian lingkungan di kawasan HLSW.
Budidaya lebah kelulut menawarkan peluang ekonomi dan mendukung konservasi lingkungan. Dengan pendekatan berbasis komunitas, masyarakat dapat mengembangkan usaha ini secara mandiri agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga pun meningkatkan pendapatan. Keberlanjutan program ini menjadi langkah nyata dalam mewujudkan ekonomi hijau yang ramah lingkungan, sekaligus memperkuat sinergi antara pemberdayaan masyarakat dan pelestarian alam di kawasan HLSW.