Modernisasi dan globalisasi telah mengubah pola hidup masyarakat, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan, dengan meningkatnya ketergantungan pada obat konvensional dibanding obat tradisional. Persepsi bahwa tanaman obat keluarga (TOGA) sudah ketinggalan zaman serta keterbatasan lahan akibat urbanisasi menyebabkan tradisi pengobatan alami semakin ditinggalkan, terutama di perkotaan seperti RT 61 Kelurahan Sepinggan Baru, Kota Balikpapan. Padahal, Indonesia memiliki biodiversitas tinggi dengan banyak tanaman obat yang berpotensi dikembangkan sebagai "apotek hidup"; untuk meningkatkan akses terhadap obat alami, mengurangi ketergantungan pada obat kimia, dan mendorong gaya hidup sehat yang ramah lingkungan. Sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan, kegiatan penanaman TOGA di RT 61 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan tanaman obat, serta memberdayakan mereka dalam pengelolaan TOGA secara mandiri guna menciptakan ketahanan kesehatan berbasis komunitas. Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dari warga yang antusias mengikuti seluruh rangkaian acara, mulai dari penyuluhan hingga penanaman bibit TOGA di lingkungan sekitar.
Sebelum memulai kegiatan, dilakukan wawancara dengan pengurus RT 61 dan menghasilkan beberapa titik yang akan dijadikan kebun TOGA. Setelah itu, dilakukan survey bersama, dan pada akhirnya ditemukan lokasi yang sesuai. Kemudian, tim mencari bibit melalui upaya menjalin kerjasama dengan dinas tertentu dan juga menyediakan secara mandiri.
Gambar 1. Sosialisasi Jenis, Pemanfaatan dan Pengolahan TOGA
Sumber: Dokumentasi, 2024
Kemudian, dilaksanakanlah sosialisasi di rumah Ketua RT 61 dan dihadiri oleh warga setempat yang dihadiri oleh pengurus RT 61 dan warga setempat. Dalam sesi ini, peserta mendapatkan pemaparan tentang berbagai jenis tanaman obat yang mudah dibudidayakan di pekarangan rumah, seperti jahe, kunyit, lidah buaya, daun salam, dan sirsak. Selain itu, warga juga diajak berdiskusi mengenai cara mengolah tanaman tersebut menjadi obat herbal yang bermanfaat bagi kesehatan keluarga.
Gambar 2. Penanaman TOGA
Sumber: Dokumentasi, 2024
Setelah sesi sosialisasi, kegiatan berlanjut dengan penanaman bibit TOGA di lahan yang telah disiapkan. Sebanyak 300 bibit tanaman yang terdiri dari sirsak, kelengkeng, rambutan, pucuk merah, dan jambu agung ditanam secara bersama-sama. Bibit tersebut diperoleh melalui kerja sama dengan Persemaian Permanen Dinas Kehutanan KALTIM, sementara bibit tanaman rimpang seperti jahe, kunyit, kencur, dan temulawak disediakan oleh tim pengabdian. Sebagai langkah lanjutan, pengelolaan kebun TOGA diserahkan kepada kelompok warga. Kelompok ini bertanggung jawab dalam merawat tanaman yang telah ditanam serta mengedukasi masyarakat lain mengenai manfaatnya.
Gambar 3. Foto Bersama Tim dan Masyarakat RT 61 Kelurahan Sepinggan Baru
Sumber: Dokumentasi, 2024
Melalui kegiatan ini, warga RT 61 semakin menyadari pentingnya TOGA sebagai alternatif pengobatan alami sekaligus upaya untuk mengurangi ketergantungan pada obat-obatan berbahan kimia. Program ini juga menjadi contoh nyata bagaimana pemanfaatan lahan kosong dapat memberikan manfaat besar bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Melalui kegiatan ini, warga RT 61 semakin menyadari pentingnya TOGA sebagai alternatif pengobatan alami sekaligus upaya untuk mengurangi ketergantungan pada obat-obatan berbahan kimia. Program ini juga menjadi contoh nyata bagaimana pemanfaatan lahan kosong dapat memberikan manfaat besar bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.