Di Indonesia karet merupakan salah satu komoditi perkebunan terluas dan produksi terbesar kedua di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat, luas area perkebunan di Indonesia mencapai 3,77 juta hektare per tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 2,60% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,68 juta hektar. . Biji karet di Indonesia masih dikategorikan sebagai produk sampingan yang belum dimanfaatkan secara maksimal karena hanya dimanfaatkan sebagai benih generatif pohon karet. Selebihnya biji karet terbuang sia-sia, padahal kandungan minyak nabati yang dimiliki oleh biji karet cukup tinggi yaitu 68,53% dengan kandungan karbohidrat 6,99%; protein 17,41% dan kadar abu 3,08%.
Melihat kandungan minyak nabati yang tinggi, biji karet berpotensi untuk diolah lebih lanjut menjadi minyak pangan salah satunya. Namun dalam pemanfaatan biji karet sebagai minyak pangan terdapat kendala yaitu biji karet memiliki kandungan asam sianida (HCN) yang berbahaya apabila dikonsumsi karena asam sianida bersifat sebagai racun bagi tubuh. Untuk menurunkan kadar tersebur, peneliti telah berhasil menurunkan kadar sianida menjadi 0,54 ppm. Minyak yang dihasilkan kemudian diuji berdasarkan SNI 3741:2013.
Adapun parameter pengujiannya yaitu Analisa bilangan asam, bilangan peroksida dan uji organoleptic. Untuk bilangan asam hasil yang didapatkan telah memenuhi standar SNI. Hasil uji organoleptic juga menyatakan minyak ini tidak berbau dan secara fisik minyak ini berwana kuning keemas an seperti minyak goreng. Namun Analisa bilanga n peroksida masih berada diatas nilai ambang batas yang telah ditentukan. Sehingga perlu di lakukan optimasi proses untuk menurnkan nilai bilangan peroksida. Jadi biji karet mempunyai peluang untuk digunakan sebagai edible oil
Pemanfaatan limbah biji karet sebagai minyak pangan