Biaya pendidikan merupakan salah satu penghalang utama bagi akses mahasiswa dari keluarga berpendapatan rendah, sementara universitas juga menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara keberlanjutan finansial dan inklusivitas sosial. Fakta tersebut menjadi dasar dalam merancang sistem optimisasi alokasi unang kuliah tunggal (UKT) dan beasiswa. Pendekatan yang digunakan adalah dengan memanfaatkan kecerdasan buatan dalam bentuk pengembangan model yang mampu menjembatani kepentingan universitas dan mahasiswa dengan menggunakan pendekatan prediktif dan preskriptif.
Tahap prediktif menggunakan metode machine learning (ML), khususnya survival analysis dengan Kaplan–Meier estimator (KME) dan Cox proportional hazards (CPH), untuk mengelompokkan calon mahasiswa ke dalam kategori risiko akademik. Tahap preskriptif menggunakan mixed-integer programming (MIP) untuk mengoptimalkan alokasi UKT dan beasiswa dengan mempertimbangkan kondisi finansial, kesenjangan ekonomi, kesetaraan gender, serta representasi daerah tertinggal. Dengan menggabungkan dua pendekatan tersebut, penelitian ini tidak hanya memberikan alat analisis untuk memprediksi risiko akademik, tetapi juga menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan secara langsung. Hasil penelitian diharapkan berkontribusi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), khususnya terkait akses pendidikan berkualitas yang setara dan berkelanjutan.
Hasil survival analysis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam probabilitas kelulusan mahasiswa berdasarkan faktor sosioekonomi, prestasi akademik awal, dan dukungan finansial. Kurva Kaplan–Meier memperlihatkan bahwa mahasiswa dengan latar belakang ekonomi rendah memiliki probabilitas kelulusan yang lebih rendah dalam rentang waktu studi standar dibandingkan mahasiswa dari kelompok ekonomi menengah ke atas.
Model CPH digunakan untuk mengestimasi hazard ratio dari berbagai variabel independen. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai UTBK dan indeks prestasi semester awal berpengaruh besar terhadap risiko akademik mahasiswa. Faktor nonakademik, seperti status beasiswa dan dukungan keluarga, juga terbukti signifikan.
Berdasarkan gabungan metode KME dan CPH, mahasiswa dikelompokkan ke dalam lima kategori risiko: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Kategorisasi ini menjadi masukan penting bagi model preskriptif, karena alokasi UKT dan beasiswa tidak hanya ditentukan oleh kondisi finansial mahasiswa, tetapi juga mempertimbangkan risiko akademik yang dapat memengaruhi keberhasilan studi.

Gambar 1. Visualisasi Hasil Pelatihan dan Pengujian Model
Model preskriptif yang dibangun menggunakan MIP berhasil mengalokasikan calon mahasiswa ke dalam golongan UKT dengan memperhatikan tujuan universitas yang beragam. Optimisasi dilakukan terhadap enam tujuan utama: memaksimalkan pendapatan universitas, meningkatkan rata-rata skor UTBK mahasiswa diterima, meminimalkan risiko akademik, mengurangi kesenjangan ekonomi, memperluas akses mahasiswa dari wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), serta mendorong kesetaraan gender.
Hasil optimisasi menunjukkan bahwa pendekatan MIP dapat menyeimbangkan antara keberlanjutan finansial universitas dan keadilan sosial. Misalnya, meskipun alokasi mahasiswa ke UKT 1 dan 2 dibatasi pada 20% dari total penerimaan, distribusi beasiswa tetap dapat diarahkan untuk membantu kelompok mahasiswa dengan risiko akademik tinggi namun berpotensi menyelesaikan studi tepat waktu.
Dengan demikian, model preskriptif tidak hanya berfungsi sebagai alat perhitungan matematis, tetapi juga sebagai dasar pengambilan keputusan yang transparan dan berbasis data. Hal ini memberikan nilai tambah dalam perumusan kebijakan pendidikan tinggi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
1. Memberikan implikasi manajerial yang penting bagi universitas dalam hal mengidentifikasi mahasiswa yang berisiko tinggi sehingga intervensi dini, seperti program remedial atau bimbingan akademik, dapat diterapkan.
2. Menjadi bahan acuan bagi universitas dalam memberikan dasar objektif untuk merancang kebijakan alokasi UKT dna beasiswa yang seimbang antara keberlanjutan finansial dan keadilan soasial.
3. Mengetahui faktor apa yang berpengaruh signifikan terhadap risiko kelulusan mahasiswa.