Peningkatan kualitas minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan memanfaatkan bioadsorben dari daun bambu dan TKKS

  • Fokus Riset: Pendukung

  • Ketua Peneliti: Riza Alviany, S.T., M.T. | Anggota : Memik Dian Pusfitasari, S.T., M.T.
  • Tahun Penelitian: 2023

Deskripsi

Properti kimia minyak jelantah berbeda dengan minyak nabati baru atau minyak yang belum pernah dipakai dimana kandungan air, asam lemak bebas (FFA), titik nyala dan juga viskositas kinematiknya lebih tinggi sehingga butuh perlakuan khusus agar menghasilkan biodiesel dalam jumlah yang besar serta berkualitas tinggi.  Metode pemurnian yang mudah dan ekonomis untuk memurnikan WCO yakni dengan metode adsorpsi. Metode adsorpsi terbukti dapat menurunkan kadar kelembapan, asam lemak bebas, dan lain-lain dengan menggunakan adsorben yang ramah lingkungan dan merupakan limbah biomassa. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas WCO sebagai bahan baku biodiesel dengan metode adsorpsi dengan adsorben yang murah dan juga ramah lingkungan serta benilai ekonomis. Penelitian ini diawali dengan melakukan preparasi bioadsorben dimana limbah biomassa diproses hingga menjadi karbon aktif dan pengukuran properti kimia WCO sebelum pemurnian. Karbon aktif yang telah terbentuk diuji luas permukaannya dengan metode BET. Kemudian, karbon aktif digunakan dalam proses adsorpsi dimana dilakukan beberapa variasi pada waktu kontak dan massa adsorben. Pada akhirnya, properti kimia WCO sebelum dan setelah pemurnian dibandingkan untuk dipelajari pengaruh dari masing-masing variasi pada proses adsorpsi.

 

  1. Preparasi Bioadsorben

 

 

Daun bambu dan TKKS terlebih dahulu dipreparasi agar bisa menjadi bioadsorben berbasis karbon aktif. Daun bambu dan TKKS mula-mula dikeringkan menggunakan oven untuk menghilangkan kandungan air selama 2,5 jam dengan suhu 130oC. Selanjutnya daun bambu dan TKKS dicacah dan dihaluskan menggunakan blender. Setelah daun bambu dan TKKS halus kemudian ayak dengan mesh ukuran 50. Kemudian daun bambu dan TKKS dikalsinasi atau diarangkan dengan suhu dan waktu masing-masing sebesar 400oC selama 2 jam dan 600oC selama 1 jam. Dalam pembuatan karbon aktif karbonisasi menggunakan furnace lebih baik menggunakan suhu diantara 400oC – 2000oC. Pemilihan suhu 400oC pada daun bambu dikarenakan menurut Masita daun bambu memiliki luas pori terbaik pada suhu karbonisasi sebesar 400oC. Sedangkan pemilihan suhu pada TKKS sebesar 600oC dikarenakan menurut Maslahat dkk.  TKKS memiliki luas optimum dari karbon aktif pada suhu karbonisasi sebesar 600oC. Selanjutnya daun bambu dan TKKS yang sudah menjadi karbon kemudian diaktivasi dengan menggunakan senyawa H3PO4 1 M dengan perbandingan 1:10 dan direndam selama 24 jam. Dalam pembuatan karbon aktif dengan aktivasi kimia, aktivator yang lebih baik digunakan untuk material lignoselulosa adalah aktivator yang bersifat asam, seperti H3P04 dibandingkan dengan aktivator bersifat basa seperti KOH.  Hal ini dikarenakan aktivator mampu membuka pori karbon yang lebih besar dibandingkan dengan aktivator basa yang hanya mampu membuka pori karbon yang kecil sehingga daya serap dengan menggunakan aktivator asam lebih besar dengan menggunakan aktivator basa. Setelah direndam, kemudian karbon akan dinetralkan dengan menggunakan akuades dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Karbon aktif yang telah disaring kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70°C selama 2 jam. Setelah karbon aktif kering, karbon aktif sudah siap digunakan pada proses adsorpsi minyak jelantah.

 

  1. Pengaruh Variasi Massa dan Waktu Kontak Karbon Aktif pada Proses Adsorpsi

 

 

 

 

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa massa karbon aktif mempengaruhi kadar %FFA pada minyak jelantah. Semakin besar massa karbon aktif maka kadar %FFA pada minyak jelantah setelah diadsorpsi semakin kecil. Penurunan kadar %FFA berbanding lurus dengan penambahan massa karbon aktif, ini disebabkan oleh semakin banyak massa karbon aktif yang ditambahkan, maka akan semakin banyak FFA pada minyak jelantah terserap pada permukaan karbon aktif. Selain itu, bahwa penurunan kadar %FFA berbanding lurus dengan waktu kontak, hal ini terlihat pada proses adsorpsi karbon aktif dari daun bambu dan TKKS untuk seluruh variasi massa. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu kontak akan memperpanjang waktu untuk karbon aktif berkontak dengan minyak jelantah sehingga terjadi penyerapan FFA secara maksimal pada pori yang terdapat pada karbon aktif.

 


Manfaat

1. Mengetahui proses preparasi bioadsorben dimana limbah biomassa diproses hingga menjadi karbon aktif

2. Mempelajari pengaruh beberapa variasi pada waktu kontak dan massa adsorben terhadap properti kimia WCO sebelum dan setelah pemurnian

AGENDA

12

Mar

Workshop Pembuatan Video Aftermovie KKN ITK
09.00 WITA s/d 12.00 WITA
Zoom Meeting : https://s.itk.ac.id/video_aftermovie

16

Feb

Scholarship Info Session : AUSTRALIA AWARDS
10.00 - 12.00 WITA
Zoom Cloud Meeting (https://s.itk.ac.id/zoom_aas)

11

Feb

Diseminasi Inovasi Edisi #1
13.30 WITA - Selesai
Via zoom meeting dan Youtube Institut Teknologi Kalimantan
Lihat Selengkapnya