Permintaan minyak nabati terus meningkat sebesar 5,14% dari tahun 2020 hingga 2025. Tantangan utama yang dihadapi industri adalah menjaga kualitas dan stabilitas minyak selama penyimpanan dan distribusi. Fortifikasi minyak nabati dengan antioksidan adalah salah satu untuk memperpanjang masa simpan karena proses oksidasi. Antioksidan fenolik sintetis sering digunakan, tetapi menimbulkan potensi efek negatif terhadap kesehatan manusia. Kulit nanas menjadi sumber potensial antioksidan alami yang memiliki senyawa bioaktif seperti flavonoid, vitamin C, dan enzim bromelain. Senyawa bioaktif kulit nanas dapat diekstraksi secara efisien dengan metode enzim selulase berbantuan ultrasonik, lalu dienkapsulasi agar dapat meningkatkan stabilitas antioksidan selama penyimpanan dan pengolahan.
Sampel kulit nanas dipotong kecil-kecil dan dicuci dengan air mengalir. Kulit nanas kemudian dijemur dibawah sinar matahari hingga tidak terlalu basah atau sudah cukup kering, lalu dilanjutkan pengeringan dengan food dehydrator. Sampel yang telah kering di grinder dan diayak hingga mendapatkan serbuk halus dan ukuran yang homogen, selanjutnya serbuk disimpan dalam wadah kedap udara. Ekstraksi Kulit Nanas dilakukan denga menggunakan metode ultrasonik berbantu enzim, yaitu ekstraksi kulit nanas dengan menggunakan ultrasonic bath yang kemudian dibantu dengan enzim selulase untuk mengoptimalkan proses ekstraksinya. Proses ekstraksi dilakukan selama dua jam pada suhu 50oC. Filtrat yang didapatkan kemudian dipisahkan dengan menggunakan metode sentrifugasi. Evaporasi filtrat kulit nanas menggunakan rotary evaporator pada suhu 60oC hingga pelarut menguap dan didapatkan ekstrak kental.

Enkapsulasi antioksidan ekstrak kulit nanas
Enkapsulasi antioksidan kulit nanas menggunakan kombinasi coating maltodekstrin dan gum arab (1:1). Ekstrak kulit nanas kemudian ditambahkan ke lecithin (1:10) dan minyak goreng (1:4) dan secara perlahan ditambahkan larutan coating (1:10) yang kemudian dihomogenisasi hingga larut sempurna. Larutan enkapsulasi kemudian dibekukan pada suhu -40oC selama minimal 24 jam, lalu di freeze dry selama dua hari.

Gambar 3. Hasil enkapsulasi ekstrak kulit nanas dengan campuran soy lecithin
Produk enkapsulasi yang menggunakan pengemulsi soy lecithin tidak berhasil menghasilkan serbuk kering sebagaimana yang diharapkan, melainkan berbentuk pasta basah dengan viskositas tinggi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa proses pengeringan serta pembentukan lapisan penyalut (coating) belum berjalan secara optimal.
Hasil FTIR Enkapsulasi Ekstrak Kulit Nanas

Gambar 4. Hasil Analisa FTIR
Hasil analisis FTIR terhadap sampel enkapsulasi ekstrak kulit nanas dapat dilihat pada Gambar 4. Pada hasil enkapsulasi ekstrak kulit nanas terdeteksi pita serapan pada rentang bilangan gelombang 2925–2846 cm⁻¹ yang mengindikasikan adanya vibrasi ulur ikatan C–H alifatik, serta serapan kuat di sekitar 1743 cm⁻¹ yang berkaitan dengan gugus karbonil (C=O) dari ester yang khas dari senyawa trigliserida penyusun minyak. Serapan – serapan ini mengindikasikan karbohidrat dan lemak. Selain itu, muncul pula serapan kuat pada daerah 1200–900 cm⁻¹ yang berhubungan dengan ikatan C–O dari alkohol, ester, maupun polisakarida. Puncak lain pada 1458 cm⁻¹ mengindikasikan vibrasi tekuk dari gugus alkil, sedangkan pita pada 1159 cm⁻¹ menegaskan keberadaan ikatan fosfat (P–O–C) yang menjadi tanda utama fosfolipid seperti soy lecithin. Terakhir, pita pada 718 cm⁻¹ memperlihatkan adanya rantai hidrokarbon jenuh dengan jumlah atom karbon yang panjang. Karakteristik ini konsisten dengan keberadaan komponen penyusun dinding sel tanaman seperti selulosa dan hemiselulosa.
Kelarutan Hasil Enkapsulasi Ekstrak Kulit Nanas pada Minyak Goreng

Gambar 5. Hasil aplikasi produk enkapsulasi ekstrak kulit nanas dengan minyak nabati
Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa produk enkapsulasi belum dapat menyatu secara sempurna dengan fase minyak. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya titik-titik koloid terhambur pada medium minyak. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan dispersi dan kelarutan produk enkapsulasi dalam fase minyak masih rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, khususnya agar produk enkapsulasi dapat terbentuk lebih sempurna menjadi mikrokapsul dengan daya larut yang lebih baik, disarankan penggunaan Tween 80 yang dikenal sebagai surfaktan nonionik sekaligus pengemulsi yang efektif.
Anggota :
1. Gevbry Ranti Ramadhani Simamora, S.Pi., M.Si.
2. Rizka Ayu Yuniar, S.T., M.T.
3. Naziah Niswa Akmalia
4. Khaisya Arnizahra Oktavia Romadani
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi alami dan efektif dalam meningkatkan kualitas dan masa simpan minyak goreng, serta memanfaatkan limbah agroindustri secara berkelanjutan. Selain itu, menjadi studi lanjut pemanfaat limbah kulit nanas sebagai sumber antioksidan yang dapat diaplikasikan sebagai fortifikan minyak goreng komersial.