Plastik konvensional telah menjadi simbol kemajuan, namun sekaligus menjadi momok lingkungan global. Tak hanya mencemari tanah dan laut, limbah plastik juga sulit diurai secara alami. Melihat tantangan ini, sekelompok peneliti dari Institut Teknologi Kalimantan (ITK) yang diketuai oleh Ibu Nia Sasria, S.Si., M.T. dan anggotanya Ibu Muthia Putri Darsini Lubis, S.T., M.T. serta Ibu Yunita Triana, Ph.D. dari program studi Teknik Material dan Metalurgi mencoba menjawabnya melalui pendekatan berbasis lokal: mengubah limbah kulit singkong dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi bioplastik ramah lingkungan.
Penelitian ini bukan sekadar wacana. Bahan-bahan yang digunakan—kulit singkong sebagai sumber pati, TKKS sebagai penghasil selulosa, dan pektin dari kulit jeruk manis—merupakan limbah pertanian yang selama ini belum termanfaatkan secara maksimal. Melalui proses ekstraksi dan formulasi tertentu, ketiganya disatukan dalam bentuk film bioplastik yang tidak hanya dapat terurai secara hayati, tetapi juga memiliki kekuatan mekanik yang menjanjikan.
Hasilnya cukup mencengangkan. Penambahan pektin hingga 6% mampu menghasilkan kekuatan tarik bioplastik hingga 39 MPa, menyaingi beberapa jenis plastik konvensional. Bahkan, variasi pektin 9% menunjukkan kemampuan terurai hingga 92% dalam waktu hanya dua minggu. Ini membuktikan bahwa modifikasi formula bioplastik secara tepat bisa menciptakan material yang tangguh sekaligus cepat terdegradasi di alam.

Namun, yang paling menarik bukan hanya temuannya, melainkan pesan yang dibawa oleh riset ini: limbah bukan akhir dari siklus, melainkan awal dari peluang. Kulit singkong yang dulu hanya berakhir di tempat sampah, kini punya potensi besar sebagai bagian dari ekonomi hijau. TKKS yang selama ini menumpuk di pabrik sawit bisa menjadi bahan baku industri ramah lingkungan.
Dengan pendekatan hilirisasi, ITK berharap agar hasil penelitian ini tak hanya berhenti di laboratorium, tetapi bisa diaplikasikan langsung di masyarakat. Baik untuk pelaku UMKM yang mencari kemasan makanan ramah lingkungan, maupun industri yang ingin mengurangi jejak karbonnya. Bioplastik ini juga bisa diproduksi dengan metode sederhana yang memungkinkan replikasi skala kecil—membuka peluang ekonomi sirkular di level desa.
Inilah bukti bahwa inovasi tidak selalu harus mahal atau canggih secara teknologi. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk melihat potensi dari apa yang dibuang, dan komitmen untuk menjadikannya solusi. Dengan langkah kecil dari kulit singkong dan limbah sawit, ITK telah menunjukkan jalan menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Anggota :
Dr.Eng Yunita Triana, M.Si
Muthia Putri Darsini Lubis, S.T., M.T.
a. Edukasi pengolahan limbah TKKS menjadi produk bioplastik kemasan makanan perlu diberikan kepada masyarakat di Kalimantan Timur.
b. Diversifikasi dan hilirisasi limbah kelapa sawit menjadi produk bioplastik sebagai kemasan makanan mendorong terciptanya inovasi baru dalam bidang pangan.