Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman budidaya penghasil minyak nabati berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan di Indonesia terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Dalam proses pengolahan kelapa sawit selain menghasilkan CPO, juga menghasilkan limbah padat sangat banyak. Diketahui untuk 1ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (Shell) sebanyak 6,5% atau 65 kg, wet decanter solid (lumpur sawit) 4 % atau 40 kg, serabut (fiber) 13% atau 130 kg serta limbah cair sebanyak 50% (Mandiri, 2012).
Tabel Potensi Produksi Minyak Kelapa Sawit di Kalimantan Timur
Kabupaten /Kota |
Total Luas |
Produksi |
Produktivitas |
Jumlah Petani |
(Ha) |
(Ton) |
(Kg/Ha) |
(KK/TKP) |
|
Kutai Kartanegara |
231.958 |
3.439.426 |
18.233 |
28.747 |
Kutai Timur |
459.543 |
7.942.051 |
23.102 |
75.413 |
Kutai Barat |
145.125 |
1.121.090 |
23.740 |
19.352 |
Mahakam Ulu |
21.740 |
127.110 |
6.952 |
3.260 |
Penajam Paser Utara |
49.689 |
934.401 |
23.702 |
12.876 |
Paser |
183.575 |
2.396.143 |
16.771 |
50.908 |
Berau |
135.092 |
2.372.182 |
23.315 |
28.835 |
Samarinda |
1.308 |
10.644 |
11.710 |
610 |
Balikpapan |
36 |
469 |
16.172 |
20 |
Bontang |
72 |
336 |
6.222 |
34 |
Total Tahun 2017 |
1.228.138 |
18.343.35 |
20.776 |
220.055 |
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2017)
Sejauh ini pemanfaatan limbah padat kelapa sawit untuk menghasilkan energi baru terbatas sebagai bahan bakar padat pada ketel (boiler), terutama untuk limbah padat yang berupa cangkang/tempurung dan serabut. Khusus untuk limbah tandan kosong sawit, pemanfaatan sebagai bahan bakar padat boiler mempunyai konstrain/penghambat yaitu pada tingginya kandungan air (moisture) 60% dan polusi yang dihasilkan (Surjosatyo dan Vidian, 2004). Limbah tandan kosong sawit sejauh ini tidak digunakan sebagai sumber energi, sehingga permasalahan yang kemudian timbul adalah melimpahnya jumlah limbah yang tertimbun pada kawasan di sekitar industri-industri pengolahan kelapa sawit tersebut (Surjosatyo dan Vidian, 2004)
Menyikapi permasalahan limbah tersebut diatas dan juga perkembangan luas perkebunan kelapa sawit yang berjalan seiring dengan pencanangan program sejuta hektar kebun kelapa sawit khususnya di Kalimantan Timur, sudah barang tentu akan berimbas terhadap meningkatnya produksi limbah tandan kosong, cangkang, serabut dan bungkil kernel sawit, maka terlahirlah sebuah pemikiran strategis untuk memanfaatkan potensi limbah yang besar tersebut sebagai bahan baku biobriket yaitu sebuah produk energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) serta bernilai tambah secara ekonomis dan juga tentu saja menguntungkan bagi lingkungan. Tidak hanya itu, pemanfaatan limbah padat kelapa sawit sebagai bahan baku biobriket juga akan sangat strategis di dalam menyediakan energi alternatif yang ramah lingkungan, terutama jika dikaitkan pada upaya dari daerah dan negara ini untuk berperan aktif dalam mengurangi pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi dari bahan bakar fosil.
Mengapa energi terbarukan?
Energi Terbarukan harus segera dikembangkan secara nasional bila tetap tergantungan energi fosil, ini akan menimbulkan setidaknya tiga ancaman serius yakni:
1. Menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan sumur minyak baru).
2. Kenaikan dan ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi Minyak
3. Polusi gas rumah kaca (terutama CO) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Biobriket adalah sumber energi yang berasal dari biomassa yang bisa digunakan sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi dan energi lain yang berasal dari fosil. Penggunaan biobriket sebagai bahan bakar merupakan salah satu solusi alternatif untuk menghemat pemakaian bahan bakar fosil dan dalam penggunaan secara berkelanjutan dapat mengurangi dampak emisi karbon.
Selain limbah padat kelapa sawit, limbah serbuk hasil penggergajian kayu hutan dan limbah ampas kopi dapat digunakan sebagai bahan campuran pembuatan biobriket. Selama ini sisa hasil penggergajian kayu hutan hanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal serbuk gergaji kayu ini merupakan biomassa yang belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai kalor yang relatif besar. Dengan mengubah serbuk gergaji menjadi briket, maka akan meningkatkan nilai ekonomis bahan tersebut, serta mengurangi pencemaran lingkungan. Sedangkan limbah ampas kopi, mengingat bahwa ampas kopi memiliki nilai kalor yang tinggi, kadar air yang rendah, serta kandungan sulfur yang cukup rendah.
Penelitian tentang serbuk gergaji kayu dan ampas kopi sebagai bahan baku campuran pembuatan briket telah dilaporkan (Yudanto, 2012). Limbah gergaji kayu (wood sawdust) dan ampas kopi (coffee grounds) mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi dan memungkinkan untuk digunakan sebagai campuran briket. Penambahan biomass menyebabkan naiknya volatile matter sehingga lebih cepat terbakar dan laju pembakaran lebih cepat (Nahar, Satriananda, Zulkifli, 2012). Selain campuran limbah biomassa yang dapat menurunkan emisi polutan yang dihasilkan pada saat pembakaran, penambahan perekat dan oksidator adalah faktor lain yang penting dan harus dipertimbangkan. Menurut (Artati, W. K., Septiani Devi, 2012) kelemahan dari biobriket adalah sulit dalam penyalaan awal sehingga dibutuhkan suatu bahan campuran berupa oksidator yang mampu mempercepat proses penyulutan. Sedangkan, penambahan bahan perekat pada proses pembriketan ditujukan agar biobriket dapat melepaskan panas maksimum serta untuk menghasilkan bahan bakar yang efisien dan energi kalor yang tinggi. Pemanfaatan limbah ampas kopi dalam penelitian kali ini dikarenakan mengandung minyak dengan 11-20% berat, sehingga mampu menambah nilai kalor.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, pemanfaatan campuran limbah cangkang kelapa sawit (palm kernel shell), serbuk gergaji kayu (wood sawdust) dan ampas kopi (coffee grounds) menjadi bahan bakar alternatif biobriket yang memenuhi standar sangat penting untuk dikaji. Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh perbandingan komposisi campuran bahan baku, konsentrasi perekat, jenis kondisi yang terbaik dalam pembuatan biobriket. Kualitas briket diukur dari nilai kadar air, kadar abu, nilai kalor, volatile matter, dan fixed carbon. Pengolahan campuran bahan baku dari limbah biomassa (Palm Kernel Shell/Wood Sawdust/Coffee Grounds) menjadi biobriket ini, diharapkan menciptakan energi alternatif untuk keperluan memasak rumah tangga khususnya masyarakat Kalimantan Timur (KALTIM) dan mengurangi ketergantungan gas LPG dan bahan bakar fosil lainnya.
Hasil produk biobriket dalam penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Untuk mengetahui peta data nilai kalori dari biobriket yang dihasilkan, maka dalam penelitian ini pada tahap pertama adalah menggunakan rasio campuran limbah cangkang kelapa sawit dengan tingkat penggunaan berkisar 75%, demikian juga limbah serbuk gergaji berkisar 10 hingga 20%, ampas kopi berkisar 10 hingga 15% serta perekat tapioka sebesar 5% untuk masing-masing rasio, sebagaimana tercantum pada Tabel 2.
Gambar 1. Hasil produk biobriket berbahan dasar campuran limbah cangkang kelapa sawit/serbuk gergaji kayu/ampas kopi dengan variasi komposisi
Tabel 2. Rasio komposisi campuran limbah bahan baku pembuatan biobriket dengan bahan perekat Tapioka
Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil evaluasi bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menaikkan nilai kalori biobriket yang dihasilkan sesuai standart ASTM, serta kuat tekannya minimum 60 kg/cm2. Penelitian ini bersifat deskriptif komparatif, maka tidak dilakukan analisis statistik. Pengujian setiap parameter dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Kemudian data yang didapat diolah dan dibandingkan dengan data hasil penelitian sejenis yang sudah ada dan dibandingkan dengan standar mutu yang berlaku untuk mengetahui apakah data hasil penelitian memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Tim peneliti berterimakasih kepada LPPM ITK, karena melalui skema pendanaan Pemanfaatan Sumber Daya Kalimantan (PSDK) anggaran 2021, penelitian biobriket ini dapat dilakukan.
Saran Penelitian lanjutan
1. Penelitian ini masih bisa diperkaya dengan ragam rasio yang lain dari bahan baku penyusun biobriket, misalnya dibuat rasio dengan tingkat kehadiran bahan oksidator seperti KMnO4 yang ditambahkan pada pembuatan biobriket.
2. Penelitian lanjut dapat dilakukan evaluasi terhadap pengaruh penggunaan zat oksidator (KMnO4) terhadap nilai kalor dan sifat-sifat penyalaan biobriket yang dihasilkan, terhadap sifat-sifat penyalaan yaitu kecepatan pembakaran, lama penyalaan briket sampai menjadi abu, lama asap hilang dan waktu penyalaan awal dan mengetahui perbandingan tanpa dan dengan penambahan KMnO4 ditinjau dari nilai kalor dan lama penyalaan awal.
3. Sebagai bahan pembanding, maka perlu diadakan penelitian lanjutan dengan mengambil bahan baku dari lokasi yang berbeda. Agar menjadi lebih aplikatif, maka perlu dibuat mesin pembuat biobriket yang spesifikasinya dapat digunakan di masyarakat.
Penulis Artikel: